Tidak dipungkiri puasa Arafah besar keutamaannya. Berpuasa arafah akan mendapatkan balasan dihapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Namun dibalik keutamaan tersebut, terdapat perbedaan pendapat yang cukup penting. Puasa Arafah yang dikerjakan pada 9 dzulhijjah dan jika dilakukan pada Hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah atau tasyrik 11, 12 dan 13 dzulhijjah hukumnya haram. Sementara diketahui kalender Islam belum dapat dipersatukan sehingga penetapan awal bulan antara satu negara dengan negara lain dapat berbeda.
Hal inilah yang memicu perbedaan pendapat dikalangan ulama dan umat. Setidaknya ada dua pendapat antara mengikuti waktu Mekkah atau waktu negara masing-masing.
- Berpuasa Arafah mengikuti waktu makkah atau wukuf di padang Arafah. Wukuf padang arafah di mulai ba’da dzuhur pada 9 dzulhijjah. Dan Hari tanggal ditetapkan berdasarkan hasil rukhyat Mekkah yang ditetap Dewan Hakim Tinggi (Mahkamah Agung) Arab Saudi.
- Berpuasa arafah pada 9 Dzulhijjah. Hari tanggal mengikuti ketetapan pemerintah/organisasi islam di negara masing-masing.
Perbedaan berujung perdebatan panjang terjadi di Indonesia di tahun 2010 dan 2014. Ditahun ini terjadi perbedaan hari Arafah antara penetapan di Mekkah dengan penetapan pemerintah Indonesia. Dan perbedaan keduanya masih akan terus terjadi sepanjang kalender Islam belum dapat disatukan. Oleh karenanya perbincangan perbedaan keduanya terus muncul, terutama menjelang memasuki bulan dzulhijjah.
Namun jika kita ikuti perkembangannya, ternyata perbedaan pendapat tersebut tidak hanya terbatas pada dua kelompok saja. Di Indonesia terdapat kelompok-kelompok lain yang tidak menggunakan rukhyat, sehingga tidak mengacu kepada penetapan Mekkah dan pemerintah. Demikian juga halnya pada tingkat dunia tidak terbatas pada pilihan ini. Dimana sejak tahun 2014 telah ada beberapa negara yang mengikuti perhitungan pemerintah turki. Dan dalam menyikapi ini umat islam Dunia setidaknya dalam empat kelompok yaitu:
- Sepenuhnya mengikuti ketetapan arab saudi terkait hari arafah/idul adha seperti halnya penetapan ramadhan, Idul Fitri.
- Sepenuhnya mengikuti ketetapan pemerintah Turki terkait hari arafah dan idul adha seperti halnya penetapan ramadhan dan Idul Fitri.
- Sepenuhnya mengikuti ketetapan pemerintah/organisasi umat di negara/wilayah masing-masing terkait hari arafah dan idul adha seperti halnya penetapan ramadhan dan Idul Fitri.
- Mengikuti ketetapan arab saudi terkait hari arafah Idul Adha, sedangkan ramadhan dan Idul Fitri mengikuti ketetapan pemerintah/organisasi umat di negara masing-masing.
Namun untuk menyederhanakan permasalahan perbedaannya, dalam tulisan ini cukup dibatasi untuk Mendamaikan Perbedaan Puasa Arafah antara Ikut waktu mekkah atau negara sendiri. Selain untuk fokus, bahwa penetapan Turki terkait hari-hari besar Islam telah menggunakan metode perhitungan (imkanu rukhyat) atau tidak menggunakan rukhyat murni sebagai metode yang perbedaan dalam pembahasan ini. Hal ini telah penulis bahas dalam buku “Palingkan Wajahmu Ke Arah Masjidil Haram untuk menyatukan Kalender Islam Dunia”. Dan Insya Allah akan dipaparkan dalam tulisan tersendiri, walaupun dalam beberapa tulisan sebelumnya telah banyak disinggung ( Lihat Tulisan sekitar Kalender Islam Dunia)
Dan untuk mendamaikan dua perbedaan pendapat Puasa Arafah antara Ikut waktu mekkah atau negara sendiri, tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain sudah merupakan perdebatan panjang, bagi sebagian umat perbedaan keduanya dianggap perbedaan mahzab. Tidak heran jika sebagian pihak telah pesimis perbedaan keduanya dapat didamaikan atau dipersatukan. Padahal jika membuka diri, perbedaan yang mendasar akan memiliki titik temunya.
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (QS. 4: 59)
Oleh karenanya, perlu kita pahami terlebih dahulu dalil-dalil baik Alquran maupun hadits sebagai dasar kedua pilihan tersebut.
Puasa Arafah yang mengikuti Penetapan waktu mekkah atau bersamaan dengan waktu wukuf, menggunakan dalil-dalil antara lain :
1. Bahwa terdapat kesamaan nama wukuf arafah dengan puasa arafah. Jamaah haji berwukuf arafah, yang tidak berhaji berpuasa arafah. Hal ini berangkat dari Abu Qatadah radliyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari 'Arofah?" Beliau menjawab: "Menebus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang". HR Muslim.
2. Bahwa Puasa Arafah berkaitan dengan tempat dan waktu saat wuquf di Arafah yang berada di tanah mekkah. Hal ini berangkat dari hadits dimana Nabi SAW bersabda, “Haji itu ‘Arafah” (HR Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).
3. Hadits-hadits Keutamaan hari-hari arafah diantaranya
a. “Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yaitu sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah). Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?”. Beliau menjawab “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun”. (HR Bukhari)
b. Saat Rasulullah ditanya tentang puasa ‘Arafah, beliau menjawab, “ia menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang” (HR Muslim)
c. Nabi bersabda, “sebaik-baik doa adalah doa hari ‘Arafah.” (HR Tirmidzi)
d. Nabi saw Bersabda, “tiada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari neraka melebihi hari ‘Arafah” (HR Muslim)
Sedangkan Puasa Arafah yang mengikuti Penetapan Pemerintah/organisasi Umat di negara masing-masing menggunakan dalil-dalil antara lain :
1. Bahwa Menentukan Hari Arafah/ Raya Idul Adha sama seperti Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri sesuai rukhyat di negara masing-masing. Hari Arafah ditetapkan berdasarkan hilal bulan dzulhijjah. Hal ini berangkat dari hadits “Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya maka berbukalah. Jika tak terlihat oleh kalian maka genapkanlah.” (HR. Ahmad)
2. Bahwa Masing-masing wilayah berhak menentukan awal bulan baru dengan rukyat sendiri. Hal ini berangkat dari Hadist Quraib yang menceritakan tentang perbedaan menentukan awal Ramadhan antara sahabat Ibnu Abbas di Madinah dan sahabat Muawiyah di Syam.
3. Bahwa Masing-masing negara berpuasa menurut keputusan pemerintah agar berpuasa dann berhari raya pada hari bersamaan untuk persatuan umat. Hal ini berangkat dari hadits Rasulullah SAW bersabda: "Puasa pada hari kamu berpuasa, iedul fithri pada hari kamu beriedul fithri, dan iedul adlha pada hari kamu semua beriedul adlha". (HR Tirmidzi dan lainnya)
4. Bahwa hari arafah diketahui sebagai hari kesembilan dari bulan dzulhijjah, bukan karena jemaah haji sedag wukuf. Hal ini berangkat dari hadits bahwa hari Arafah adalah hari yang diketahui manusia.
5. Bahwa Rasulullah mengerjakan haji baru di tahun 10 H. Sementara sebelumnya, Rasulullah telah berpuasa arafah. Oleh karenanya puasa arafah tidak terkait dengan pelaksanaan wukuf, namun berkaitan dengan waktu tanggal 9 dzulhijjah. Dan Susunan bulan hijriyah kembali normal berurutan sebagaimana mestinya pada tahun kesepuluh saat Rasulullah berhaji. Dimana sebelumnya Kaum Musyrik suka mengundur-undur waktu bulan haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya urutan zaman (waktu) telah kembali seperti sediakala, di saat pertama kali Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Bukhari4662 dan Muslim 1679).
Berdasarkan dalil-dalil diatas dapat ditarik beberapa poin yaitu
- Kedua pilihan sepakat bahwa Hari Arafah mempunyai banyak keutamaan.
- Kedua pilihan sepakat Hari Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Bagi berhaji diwajibkan untuk wukuf dipadang arafah, sedangkan yang tidak berhaji disunnahkan berpuasa arafah.
- Kedua pilihan tersebut berbeda pendapat ketika Dewan Hakim Tinggi (Mahkamah Agung) Arab Saudi menetapkan hari arafah jatuh hari dan tanggal berbeda dengan negara-negara lain yang melakukan rukhyat.
Oleh karenanya untuk Mendamaikan Perbedaan Puasa Arafah antara Ikut waktu mekkah atau negara sendiri dapat dilakukan dengan cara menetapkan awal bulan dzulhijjah pada hari dan tanggal yang sama (one day one date) yang berlaku bagi seluruh dunia. Cara yang dilakukan harus mampu mengakomodir seluruh dalil yang digunakan oleh masing-masing pihak. Sehingga cara, proses dan hasilnya akan diterima oleh semua pihak yang berbeda pendapat. secara singkat telah dipaparkan dalam tulisan 313 cara menyatukan Kalender Islam Dunia.
Secara singkat titik temu perbedaan pendapat Puasa Arafah antara Ikut waktu mekkah atau negara sendiri dapat dijelaskan dalam beberapa poin yaitu :
1. Bahwa Mekkah memiliki keutamaan untuk menyatukan karena terdapat ka’bah.
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِّلنَّاسِ
Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia (QS. Al Maidah ayat 97).
Rukhyat Mekkah dapat mempersatukan hari/tanggal hijriah. Dan Mekkah dapat berfungsi seperti GMT dalam kalender Masehi. Berkaitan ini telah dipaparkan dalam tulisan Makkah Mean Time (MMT) dalam Waktu Islam (Islamic Time Coordinated).
2. Bahwa perlunya kebesaran hari Pemerintah/organisasi keumatan diseluruh dunia untuk menerima rukhyat mekkah sebagai pemersatu umat dan yang digunakan sebagai dasar penetapan awal bulan Hijriah.
3. Sedangkan untuk penetapan hasil rukhyat menjadi hari/tanggal yang akan disepakati bersama, tentu perlunya kerjasama para pemimpin umat dunia. Hal ini berguna untuk meminimalisir salah dan khilaf yang mungkin terjadi dalam penetapan hasil rukhyat.
4. Namun sepanjang itu belum terjadi, akan lebih baik pemerintah dan pemimpin umat diseluruh negara mengikuti penetapan awal dzulhijjah, hari arafah dan Idul Adha yang ditetapkan oleh Dewan Hakim Tinggi (Mahkamah Agung) Arab Saudi. Dengan demikian terjadi kebersamaan hari bagi umat baik antara yang berwukuf di arafah maupun dengan yang berpuasa arafah.
Adapun dalil-dalil yang digunakan masing-masing kelompok pendapat diatas semuanya mendukung kebersamaan hari wukuf arafah dengan puasa arafah pada 9 dzulhijjah. Dalil-dalil tersebut seperti bertentangan, namun sejatinya tidak demikian. Dalil-dalil tersebut justeru bermaksud untuk mengajak kepada persatuan umat.
Dan Insya Allah secara lebih lengkap pembahasan dalil-dalil tersebut dibuatkan adalam tulisan selanjutnya. Karena secara parsial sebagian dalil-dalil tersebut telah digunakan penulis menyatukan Puasa Ramadhan dan Hari Idul Fitri di seluruh dunia. Lihat tulisan Cara Menyatukan Ramadhan dan Lebaran (bag 4) Mana yang diikuti?
Allahu A’lam Bishawab
Subhanaka Allahumma Wa Bihamdika Asyhadu Alla Ilaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa Atubu Ilaik
Posting Komentar
Posting Komentar