Hukum dibolehkannya dan diwajibkannya mengkritik Pemimpin

 
Hukum Islam mengajarkan kepada umatnya untuk patuh kepada Allah Rasul dan pemimpinnya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa ayat 59)

Perintah untuk patuh dipertegas dengan hadits untuk taat sekalipun pemimpin trsebut seorang budak. :dari Anas bin Malik
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Dengar dan taatlah kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyi yang berambut keriting seperti buah kismis." Shahih Bukhari 652

Wajib hukumnya bagi umat Islam untuk patuh kepada pemimpin, siapun mereka, tanpa melihat suku, ras dan golongannya. Dan karena ketaatan umat Islam ini sehingga jarang ada tradisi makar atau penggulingan kepemimpinan dalam Islam.

Namun hukum patuh dan taat kepada pemimpin dalam Islam bukanlah mutlak. Hukum Islam tetap memberikan ruang yang membolehkan umatnya untuk mengingatkan, menasehati, mengkritik ataupun tidak sejalan pemimpin hingga mereka tetap dalam kebenaran. Dimana terdapat dali-dalil lain yang membolehkan umat untuk mengkritik pemimpinnya dan bahkan terdapat dalil yang mewajibkan umatnya untuk mengkritik ataupun tidak taat kepada pemimpinnya.

Adapun dalil yang membolehkan Mengkritik Pemimpin diantaranya
Surat An Nisaa ayat 59 diatas yang digunakan sebagai dalil untuk patuh dan taat kepada pemimpin juga memberi ruang untuk mengkritik seorang pemimpin. “kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”. Artinya jika ulil Amri melenceng dari Alquran dan hadits, maka dapat diingatkan ataupun dikritik.

Dan sampai sejauh mana perbedaan yang dapat dikritik adalah dengan berpegang pada Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Terlebih kiritikan wajib dilakukan terhadap perkara yang dibuat-buat atau bid’ah. Disebutkan dari 'Irbadl bin Sariyah berkata:
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَعَظْتَنَا مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ فَاعْهَدْ إِلَيْنَا بِعَهْدٍ فَقَالَ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi nasihat yang sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan air mata berlinangan. Lalu dikatakan: "Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasihat kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu wasiyat." Beliau bersabda: "Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat." Sunan Ibnu Majah 42

Dan tentunya kritik yang dilakukan dengan baik dan bijak serta bersifat membangun hingga dapat memberikan perbaikan terhadap pemimpin yang dikritik.

Seperti halnya dalam ibadah, bahkan dalam shalat seorang imam boleh diingatkan atau dikritik. Makmum laki-laki mengkritik dengan mengucap subhanallah sedangkan makmum wanita dengan bertepuk tangan.

dari Sahal bin Sa'd As Sa'idi, bahwa
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لِي رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمْ التَّصْفِيقَ مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mengapa kalian tadi banyak bertepuk tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan untuk wanita." Shahih Bukhari 643

Dan bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak anti dengan kritik. Ada beberapa hadits yang menyatakan hal tersebut dan tidak hanya berkaitan dengan perkara dunia. dzikir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah dikritik oleh sahabat, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkannya dan menyuruh untuk dilakukan.

dari Zaid bin Tsabit ia berkata:
أُمِرْنَا أَنْ نُسَبِّحَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَأُتِيَ رَجُلٌ فِي الْمَنَامِ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقِيلَ لَهُ أَمَرَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُسَبِّحُوا فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ كَذَا وَكَذَا قَالَ الْأَنْصَارِيُّ فِي مَنَامِهِ نَعَمْ قَالَ فَاجْعَلُوهَا خَمْسًا وَعِشْرِينَ خَمْسًا وَعِشْرِينَ وَاجْعَلُوا فِيهَا التَّهْلِيلَ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَافْعَلُوا

"Kami diperintahkan untuk bertasbih seusai shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, tahmid sebanyak tiga puluh tiga kali dan bertakbir sebanyak tiga puluh empat kali." Lalu ada seorang lelaki Anshar yang bermimpi dan disebutkan padanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan tasbih di tiap habis shalat begini dan begitu, maka lelaki Anshar itu pun menjawab 'Ya'. Ia (suara dalam mimpi itu), "Jadikanlah ia dua puluh lima, dua puluh lima dan bacalah tahlil." Keesokan harinya lelaki Anshar itu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan perihal mimpinya tersebut, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Lakukanlah!" Musnad Ahmad 20617. Hadits senada disebutkan dalam Sunan Tirmidzi 3335, Sunan Nasa'i 1333,1334 dan Sunan Darimi 1320
Hukum dibolehkannya dan diwajibkannya mengkritik Pemimpin
Ilustrasi Pemimpin

Hukum Wajib Mengkritik Pemimpin
Dan Hukum dibolehkannya mengkritik pemimpin ini bisa berubah menjadi wajib jika

1. Pemimpin memerintahkan/mengajak

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٥)

dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman ayat 15)


2. Pemimpin memerintahkan pada maksiat dan kebinasaan

dari 'Ali dia berkata:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَاسْتَعْمَلَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يَسْمَعُوا لَهُ وَيُطِيعُوا فَأَغْضَبُوهُ فِي شَيْءٍ فَقَالَ اجْمَعُوا لِي حَطَبًا فَجَمَعُوا لَهُ ثُمَّ قَالَ أَوْقِدُوا نَارًا فَأَوْقَدُوا ثُمَّ قَالَ أَلَمْ يَأْمُرْكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَسْمَعُوا لِي وَتُطِيعُوا قَالُوا بَلَى قَالَ فَادْخُلُوهَا قَالَ فَنَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالُوا إِنَّمَا فَرَرْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ النَّارِ فَكَانُوا كَذَلِكَ وَسَكَنَ غَضَبُهُ وَطُفِئَتِ النَّارُ فَلَمَّا رَجَعُوا ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus suatu ekspedisi dan mengangkat seorang laki-laki dari Anshar sebagai pemimpinnya, mereka diperintahkan untuk taat dan mendengar kepadanya, suatu ketikan pemimpinnya marah terhadap anak buahnya karena suatu perkara, dia berkata: "Kumpulkanlah kayu bakar." Setelah kayu bakar terkumpul dia berkata: "Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kalian untuk mendengarkanku dan mentaatiku?" mereka menjawab, "Ya." Dia berkata: "Oleh karena itu, masuklah kalian ke dalam api tersebut." Ali berkata: "Lalu sebagian yang lain saling memandang kepada yang lainnya, sambil berkata: "Kita harus lari kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari api tersebut." Anak buahnya masih saja (dalam kebimbangan) seperti itu, hingga kemarahannya mereda dan api dimatikan. Ketika mereka kembali, mereka memberitahukan peristiwa itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: "Sekiranya kalian masuk ke dalamnya, niscaya kalian tidak akan dapat keluar dari api tersebut, ketaatan itu hanya dalam kebajikan." Shahih Muslim 3425


3. Tiga sikap umat Terhadap pemimpin yang bodoh

dari Jabir bin Abdullah bahwa
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ أَعَاذَكَ اللَّهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاءِ قَالَ وَمَا إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ قَالَ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ بَعْدِي لَا يَقْتَدُونَ بِهَدْيِي وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ لَيْسُوا مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلَا يَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَأُولَئِكَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ وَسَيَرِدُوا عَلَيَّ حَوْضِي يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ وَالصَّلَاةُ قُرْبَانٌ أَوْ قَالَ بُرْهَانٌ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ النَّاسُ غَادِيَانِ فَمُبْتَاعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا وَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُوبِقُهَا

Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ka'b bin' Ujroh, "Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh", (Ka'b bin 'Ujroh Radliyallahu'anhu) bertanya, apa itu kepemerintahan orang bodoh? (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda: "Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku, barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku. Wahai Ka'b bin 'Ujroh puasa adalah perisai, sedekah memadamkan api neraka dan sholat adalah persembahan. Atau beliau bersabda: penerang. Wahai Ka'b bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang tumbuh dari hal yang di murkai Allah (haram), dan neraka adalah paling tepat untuknya, Wahai Ka'b bin 'Ujroh manusia berpagi dengan dua keadaan: yaitu ia terjual dirinya kemudian ia membebaskannya atau ia menjual dirinya kemudian ia menghancurkan dirinya. Musnad Ahmad 13919

Diriwayatkan dari Ka’ab bin Ujrah, dia berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ: خَمْسَةٌ وَأَرْبَعَةٌ، أَحَدُ الْفَرِيقَيْنِ مِنَ الْعَرَبِ، وَالآخَرُ مِنَ الْعَجَمِ، فَقَالَ: اسْمَعُوا، أَوْ هَلْ سَمِعْتُمْ، إِنَّهُ يَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ، فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ، فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَلَيْسَ مِنِّي، وَلَسْتُ مِنْهُ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ، وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ، وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ.

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui kami. Saat itu kami berjumlah sembilan orang, berlima dan berempat Satu golongan terdiri dan orang Arab, sedangkan golongan yang lain dari kalangan non-Arab. Beliau bersabda, “Dengarkan oleh kalian, atau apakah kalian mendengar, bahwa sesunguhnya setelak aku (wafat), akan muncul para penguasa. Siapa yang berkunjung kepada mereka, lalu membenarkan mereka dengan kebohongan mereka dan membantu mereka terhadap kezhaliman mereka maka ia bukan termasuk golonganku, aku bukan bagian dari dirinya, dan tidak memperoleh aliran air telagaku. Dan siapa tidak membenarkan mereka dengan kebohongan mereka, dan tidak membantu kezhaliman mereka, niscaya ia termasuk golonganku dan aku adalah bagian dari dirinya. Dan kelak ia memperoleh air telagaku.” Shahih Ibnu Hibban 279, 282, dan 283

Tiga sikap terhadap pemimpin yang bodoh (Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak pula berjalan dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)

1. Mendatangi mereka
2. Mebenarkan kebohongan mereka
3. Mendukung kedzaliman mereka

Tiga sikap ini wajib dihindari karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mereka yang melakukan itu tidak akan termasuk dalam golongannya dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bukan golongan mereka. Dan tidak akan bergabung di telaga serta tidak mendapatkan minum.

Dan sebaliknya Nabi bersabda orang tidak mendatangi mereka, tidak membenarkan kebohongan dan tidak mendukung kedzalimannya akan termasuk dalam golongannya dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan bagian dari golongannya. Dan akan bergabung di telaga serta mendapatkan minum

Namun tentunya perlu diingat bahwa dalam menyampaikan masukan, nasihat, kritik dan sikpa tentu selain dilakukan dengan baik dan bijak juga harus dilakukan sesuai dengan kemampuan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengingkari dengan tangannya, kalau tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman." Sunan Tirmidzi 2098
Bang  Afdoli
Bukan Siapa siapa bisa jadi siapa siapa untuk siapa siapa berbagi untuk kebaikan bersama

Related Posts

Posting Komentar