Dalam Surat Al kahfi disebutkan sebuah kisah tentang Nabi Khidr yang ilmu yang tinggi. Kepandaian beliau sampai-sampai Allah mewahyukan kepada Nabi Musa belajar kepada Nabi Khidr. Namun sebelumnya Nabi Khidhir telah mengingatkan: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?." "Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." Nabi berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (QS. 18:71)
Karena pertanyaan tersebut, nabi Khidr mengingatkan tentang kesabaran. Dan hal itu berulang hingga dalam tiga kejadian berikutnya. Akhirnya Nabi Khidr memutuskan untuk berpisah dengan Nabi Musa, dan menjelaskan apa yang tujuan dari tindakannya. Salah satunya tujuan melubangi perahu tersebut.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. 18:79)
Penjelasan lebih lanjut ayat tersebut bahwa bila raja itu lewat dia akan mendapati bahtera itu dalam keadaan rusak, hingga tidak jadi merampasnya dan semuanya selamat, setelah itu mereka bisa kembali memperbaikinya dengan kayu. (Shahih Muslim 4386)
Dari kisah di atas didapat pelajaran bahwa kapal lebih baik dirusak daripada dirampas Raja. Dan jika cermati bahwa yang akan dirampas adalah bahtera atau kapal orang-orang miskin, Jika dirampas oleh sang rajapun, tidak begitu besar pengaruh dalam menambah kekuatan raja tersebut. Namun tetap saja memberikan manfaatnya bagi sang raja dan bakal digunakannya untuk memperkuat kekuasaannya dan kezalimannya.
Hal ini juga terlihat pada berita beberapa waktu yang lalu di salah satu acara televisi. Dalam acara d’academia, Elvi Sukaesih yang pernah dikenal sebagai ratu dangdut adalah salah satu jurinya.
Namun pada acara tersebut ummi (panggilan untuk Elvi sukaesih) mendadak pergi meninggalkan kursi jurinya, ketika ahok memasuki studio acara d’academia indosiar tersebut. Dan tidak didapatkan berita klarifikasi alasan ummi meninggalkan acara tersebut. Namun dari pemberitaan terlihat bahwa ummi memang menghindari ahok.
Jika memang demikian halnya, maka dapat kita sebut bahwa apa yang dilakukan oleh ummi Elvi sukaesih mirip dengan apa yang dilakukan Nabi Khidr. Ummi lebih memilih menghindar, karena kebersamaannya dengan ahok dalam acara tersebut bisa dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap ahok. Dan hal ini dapat menjadi keuntungan ahok. Sosok orang yang dianggap umat Muslim Indonesia telah mengolok-olok ayat Alquran khususnya al madah 51.
Sebuah keputusan yang sulit dan berani untuk dilakukan oleh Ummi karena harus mengorbankan kedudukannya sebagai juri pada acara tersebut. Namun untuk keselamatannya dalam beragama membuat ummi memutuskan meninggalkan acara. Kalau soal jabatan dan rezeki tentu Allah yang mengatur, tidak dapat dari acara tersebut mungkin dari yang lain.
Dari kedua kisah tersebut memberi pelajaran kepada kita untuk tidak ikut memberikan kontribusi kepada orang yang justeru memerangi dan menzalimi diri kita. Bahkan untuk hal kecil sekalipun yang dianggap dapat menguntungkan orang yang zalim dan menzalimi dapat kita hindari. Hal ini bisa seperti menghindari selfie bersama atau tidak menggunakan produk-produk yang berafiliasi, bercirikan dan menguntungkan orang yang akan menzalimi dan memerangi kita.
Dalam Islam model larangan seperti ini tidak hanya dalam bentuk perbuatan, bahkan lewat ucapan.
ان نبي الله صلى الله عليه وسلم قال لا تقولوا للمنافق سيدنا فانه ان يك سيدكم فقد اسخطتم ربكم عز وجل
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan katakan untuk orang munafik 'Tuan kami' karena bila ia menjadi tuan kalian maka Rabb kalian AzzaWaJalla murka pada kalian." (Musnad Ahmad 21861)
Seringkali kita menganggap remeh ucapan dengan mengatakan “ketua, boss, Big Boss, Jenderal kepada orang lain, padahal mereka belum memiliki jabatan tersebut. Ucapan adalah doa, sehingga jika orang munafik yang mendapatkan gelar atau jabatannya itu maka kita telah turut serta dalam keberhasilan orang tersebut. Hal inilah yang menjadi Murka Allah kepada kita sebagai dijelaskan dalam hadits diatas.
Semoga kita dapat memetik pembelajaran dan hikmah dari kisah di atas.
Posting Komentar
Posting Komentar