Larang Orang Mendaki Puncak Gunung Karena Cuma Mampu Sampai Lerengnya (analogi Larangan Poligami)

Mendaki gunung hingga puncaknya tentu memliki resiko yang tinggi. Tantangan medan dakian hingga puncaknya tentu lebih berbahaya dari pada hanya hingga lerengnya. Pemilihan waktu yang tepat dan persiapan yang cukup serta didukung stamina yang kuat diperlukan untuk dapat mendaki hingga ke puncak gunung. Hingga tidaklah kita pantas melarang orang lain untuk mendaki gunung hingga puncaknya karena mereka hanya mampu mendaki hingga lerengnya saja. 
Larang Orang Mendaki Puncak Gunung Karena Cuma Mampu Sampai Lerengnya (analogi Larangan Poligami)

Inilah fenomena pelarangan terhadap poligami yang dikembangkan saat ini. Tidak menjadi masalah bagi Anda yang tidak mau dipoligami atau berpoligami, namun jangan melarang orang berpoligami. Tidaklah pantas bagi kita melarang poligami terhadap orang memiliki kemampuan dan dapat adil untuk membantu mengangkat harkat wanita. Tidaklah pantaslah kita melarang poligami sementara ada wanita yang ikhlas dipoligami sebagai pilihan hidupnya. 

Dalam kehidupan bernegara praktek poligami diperbolehkan sesuai konstitusi sebagai bagian dari syariat Islam. Sepanjang Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai kontitusi maka Negara boleh mengatur tentang poligami agar lebih baik dan tertib dalam prakteknya, namun tidak boleh melarangnya. 

Jika ada jatuh korban dalam pendakian ke puncak gunung, pemerintah harus memberikan pengaturan kapan waktu pendakian yang aman, apa saja yang perlu dipersiapkan, fasilitas apa yang harus dipersiapkan dirute pendakian hingga keamanan para pendaki dapat terjaga. 

Kalau alasan tingginya angka perceraian dan riset lainnya dijadikan dasar untuk melarang poligami tentu kurang fair. Data tersebut tentu butuh verifikasi dan penanganan lagi, jika ada kesalahan dalam praktek dapat dilakukan pengaturan hingga menjadi lebih baik. Dengan analogi yang sama Jangan sampai gara-gara data tingginya angka kecelakaan sepeda motor atau banyaknya pesepedamotor yang melanggar aturan, lantas dikeluarkan aturan larangan untuk bersepeda motor. 

Poligami dalam Islam memiliki keutamaan menengahi kebiasaan perkawinan orang-orang terdahulu. Islam datang dengan membatasi poligami hanya diperbolehkan hanya hingga ke empat dan itupun harus mempertimbangkan prinsip kemampuan dan keadilan. 

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣) 

dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisaa ayat 3) 

dan dalam kondisi yang sam tentunya dua lebih baik dari satu, tiga lebih baik dari dua dan empat lebih baik dari tiga. Hal ini sejalan dengan hadits sebaik-baik umat adalah orang yang paling banyak isterinya. dari Sa'id bin Jubair ia berkata: 

قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ هَلْ تَزَوَّجْتَ قُلْتُ لَا قَالَ فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً 

Ibnu Abbas pernah bertanya kepadaku: "Apakah kamu sudah menikah?" aku menjawab: "Tidak." Ia kemudian berkata: "Menikahlah, karena orang yang terbaik dari ummat ini adalah seorang yang paling banyak wanitanya." Shahih Bukhari 4681 

Semoga kita tidak termasuk orang yang selalu meyakini syariat islam apalagi sampai menolak hukum sudah jelas-jelas dinyatakan dalam alquran, meskipun kita sendiri belum mampu menjalaninya.
Bang  Afdoli
Bukan Siapa siapa bisa jadi siapa siapa untuk siapa siapa berbagi untuk kebaikan bersama

Related Posts

Posting Komentar