Dalam pembicaraan sehari-hari baik secara langsung maupun lewat medsos FB, WA kadang muncul “kata ustadz kami”, “begitu ceramah kiyai kami, “Begini petuah guru kami” dan lainnya. Adakah yang salah dengan perkataan tersebut? sejatinya tidak karena hal wujud kepercayaan kita kepada pemimpin dan ulama kita. Terlebih kita yang awam dalam hal ilmu agama, tentu membutuhkan guru, mentor atau orang yang membimbing agar tetap beragama dengan baik.
Namun bukan berarti kita harus melepas diri sepenuhnya kepada ulama, pemimpin dan lainnya tersebut. Mempercayai sepenuhnya hingga membenarkan segala ucapan dan perbuatannya juga kurang tepat. Tidak jarang pula kita menjumpai orang-orang yang kita nggap ulama justeru nyeleneh. Oleh karena itu kurang tepat jika sampai mengkultuskannya, sampai membenarkan semua ucapan dan perbuatannya. Bahkan ada ungkapan mirip seperti semboyan kehidupan senioritas di asrama. Pasal 1 Guru tidak pernah salah. Pasal 2 jika guru salah lihat pasal 1. Hal ini sama saja kita menempatkan mereka para ulama seperti tuhan.
Padahal Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban masing-masing.
قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُم مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ فِي النَّارِ ۖ كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَّعَنَتْ أُخْتَهَا ۖ حَتَّىٰ إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لِأُولَاهُمْ رَبَّنَا هَٰؤُلَاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِّنَ النَّارِ ۖ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَٰكِن لَّا تَعْلَمُونَ
Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui". (QS. 7:38)
Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang menyesatkan dan orang disesatkan sama-sama didalam neraka. orang-orang menyesatkan lebih dahulu di dalam neraka. Baru kemudian masuk orang-orang yang disesatkan dengan mengutuk orang atau kawannya yang telah menyesatkan mereka. Bahkan mereka meminta kepada Tuhan agar siksaan berlipat ganda dijatuhkan kepada yang telah menyesatkan.
Salah satu kunci dari agar kita tidak menyesatkan dan atau tidak disesatkan adalah tetap berpegang pada dalil Alquran dan hadits. Oleh karena perkataan, perbuatan ulama dan pemimpin yang sesuai dengan Alquran dan haditslah yang harus diikuti. Petuah, nasehat, ceramah, contoh tauladan yang diberikan seharusnya diikuti dengan penyampaian dalil. Dengan mengikut sertakan dalil dalam setiap ceramah, tulisan akan meminimalisir terjadinya penyesatan.
Terlebih dalam syariat, boleh tidaknya sesuatu dilakukan dan haram halalnya sesuatu tentu harus didukung oleh dalil Alquran hadits. Menyandarkan sepenuhnya kepada ulama tanpa jeli, teliti terhadap dalil yang digunakan dalam mengikuti hukum halal haram sesuatu, maka kita dapat terjerumus pada prilaku menjadikan Ulama sebagai Tuhan.
Hal ini yang diingatkan Allah
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS. 9:31)
Terkait ayat ini Rasulullah SAW bersabda: "Ingat, sesungguhnya mereka tidak menyembah mereka tapi bila mereka menghalalkan sesuatu, mereka menghalalkannya dan bila mengharamkan sesuatu, mereka mengharamkannya." (Sunan Tirmidzi 3020 Hadits ini dinilai hasan oleh Al Albani)
Semoga kita selalu tetap kritis terhadap terutama dalam hal amalan dan ibadah. Karena dalam setiap amalan dan ibadah setidaknya terdapat empat yang harus memiliki dalil sebagai dasarnya. Apa yang dilakukan, Bagaimana caranya, kapan dilakukan dan apa balasan yang dilakukan tentu memerlukan dalil sebagai rujukannya. Contoh shlat dan dzikir. Apa yang dibaca, bagaimana cara melakukannya, kapan dikerjakan dan apa balasannya tentu telah ada contoh dan petunjuk yang diberikan oleh Allah dalam Alquran dan Nabi SAW melalui hadits-hadits.
Melakukan sesuatu ibadah atau amalan tanpa ada dalil tentu saja dapat menyebabkan kita keluar dari rel sebagai umat Islam. Tersesat dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar. Salah satunya adalah Al Qur'an, barang siapa yang mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat.' (Shahih Muslim 4425)
Oleh karenanya dengan kita kritis kepada para ulama terkait dalil, kita akan terhindarkan penyesatan dan disesatkan. Selain menyelamatkan diri sendiri, perilaku kritis juga dapat menyelamatkan kawan atau ulama. Para ulama dan kawan akan selalu mawas diri untuk selalu berpegang selalu pada Alquran dan hadits ketika menyampaikan, menghalalkan ataupun mengharamkan sesuatu.
#SaveDiriSendiri #SaveUlama
Catatan :
- Namun untuk kritis kepada orang yang dituakan, para ulama dan pemimpin tentu harus diikuti dengan adab sehingga tidak menyebabkan ketersinggungan.
- Makna Ulama sendiri telah mengalami penyempitan makna, perlu kita dudukkan arti ulama sesuai tempatnya. Lihat tulisan Makna alim Ulama dalam versi kekinian dan 3 macam pembagiannya
- Hal ini sebagai perwujudan untuk menjadikan diri sebagai muslim yang cerdas.
Posting Komentar
Posting Komentar