Menyikapi perbedaan waktu subuh hingga lebih 20 menit di Indonesia


Bahwa masuknya waktu subuh secara umum ditandai dengan adzan subuh berdasarkan waktu yang telah ditetapkan Badan Hisab dan Rukhyat Majelis Ulama Indonesia. Waktu subuh dalam hadits disebutkan sebagai waktu terbit fajar siddiq. 

Namun ketika adzan subuh dikumandangkan ternyata fajar belum terbit untuk wilayah Indonesia. Hal ini dikemukakan dari penelitian Universitas Hamka dengan peneliti Prof. Tono yang mengangkat 750 data riset dan puluhan lokasi di Indonesia. Penelitian ini telah dirilis dan disampaikan sekitar tahun 2016 kepada pihak terkait seperti kementerian agama dan MUI. 

Secara resmi MUI memang belum mengeluarkan fatwa terkait tentang waktu subuh ini. Namun sebagai umat Islam yang mengetahui kondisi ini telah menjadi hukum baginya untuk bersikap. Karena setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan sampai kepadanya. 

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٤٣)وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ (٤٤) 
43. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. 44. dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab. (QS. Az Zukhruf ayat 43-44) 

Dan dalam ayat lain dipertanyakan prasangka manusia bahwa mereka tidak dimintai pertanggungjawaban. 

أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (٣٦) 
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? (QS. Al Qiyama ayat 36) 

Mengapa umat harus bersikap? Karena tidak sah shalat jika dikerjakan tidak pada waktunya. Dan Masalah perbedaan waktu ini sebenarnya telah penulis rasakan ketika menulis buku Masjidil Haram Menyatuka Kalender Islam ditahun 2015. 

Dalam buku penulis menggambarkan bahwa Kalender Islam dapat disatukan dengan menjadikan Masjidil Haram sebagai dasarnya. Dan itu Umat perlu meninggalkan pendapat yang menjadikan Magrib dan tengah malam sebagai awal hari. Secara hukum Ibadah awal hari dalam Islam harus dikembalikan sesuai Alquran dan hadits yaitu menjadikan saat terbit fajar (subuh) sebagai pembuka hari. Dan secara administrasi menjadikan pukul 01.00 UTC dinihari sebagaiwaktu awalnya. 

Oleh karenanya penulis dalam penutupnya merekomendasikan agar ada penelitian tentang waktu munculnya terbit fajar kazib (awal waktu sahur atau adzan pertama) dan waktu terbit fajar siddiq (akhir waktu sahur/adzan subuh/awal hari Islam). Hal ini karena keterbatasan penulis yang belum pernah melihat fajar ketika adzan subuh berkumandang. Bahkan hingga shalat subuh selesai. 

Oleh karena itu begitu melihat video wawacancara prof Tono oleh repoter VOA Islam, penulis langsung menyikapinya. Diperkuat dengan video ceramah Ust Abdusalam yang menyatakan ia dan temannya juga tidak melihat terbit fajar saat adzan subuh. Dan untuk itu setidaknya ada empat sikap terhadap perbedaan waktu shalat ini yaitu: 

1. Mengikuti yang waktu yang telah ditetapkan Badan Hisab Rukhyat-Majelis Ulama Indonesia (BHR-MUI) dengan cara shalat berjama’ah seperti biasa di masjid, mushola dan lainnya. 

Sikap ini tentunya berdasarkan ketaatan pada pemimpin dan ulama. Namun hal ini memiliki keterbatasan karena setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban masing-masing. hingga seseorang di 

قَالُوا رَبَّنَا مَنْ قَدَّمَ لَنَا هَذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ (٦١) 
mereka berkata (lagi): "Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan Kami ke dalam azab ini Maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka". (QS. Shaad ayat 61) 
2. Dengan prinsip kehatian-hatian, adzan masjid mengikuti waktu yang ditetapkan BHR-MUI. Namun waktu shalat sunnah diperpanjang dan iqomah dilakukan waktu lebih 20 menit dari awal adzan subuh, sehingga shalat subuh dimulai sesuai dengan terbit fajar sebagaimana penelitian. Dengan demikian perbedaan kedua waktu subuh tersebut dapat dirangkum, benar mengikuti ulama dan pemimpin dan benar juga mengikuti hasil penelitian. Memang peneitian tersebut belum tentu benar. Namun ketika belum ada bantahannya maka hasil penelitian tersebut dapat dijadikan pedoman terlebih dahulu. 

3. Dengan prinsip kehati-hatian dari sisi jama’ah. Merubah sesuatu kebiasaan tentu bukan perkara mudah, apalagi terkait ibadah. Mungkin saja masjid belum terbuka untuk waktu subuh sesuai hasil penelitian. Namun bagi jama’ah yang mengetahui adanya perbedaan waktu ini dapat menjadikan keraguan sah atau tidak shalatnya. Oleh karena itu Jama’ah yang mengetahui dapat mengambil pilihan dengan tetap shalat bersama jama’ah di masjid. dan setelah selesai subuh berjama’ah maka kembali lagi shalat subuh kembali bisa di rumah atau ditempat lain. 

4. Suatu masjid dapat melakukan adzan sesuai waktu terbit sebagaimana penelitian yaitu dengan menambahan 20 menit dari waktu yang ditetapan BHR MUI. Sehingga shalat sunah dan subuh dilakukan pada waktu terbit fajar sebagai waktu hasil penelitian. Namun untuk melakukan hal ini tentu sulit dan rawan fitnah karena kontras dengan umumnya ditengah masyarakat. 
Menyikapi perbedaan waktu subuh hingga lebih 20 menit di Indonesia

Sikap ini menjadikan sikap kehati- hatian untuk sahnya shalat subuh. Dan sikap ini diqiyaskan dari hadits yang dibolehkan mengulang shalat karena mengikuti pemimpin. 

Hal ini disebutkan dari riwayat abdullah bin amru bahwa 

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ تَشْغَلُهُمْ أَشْيَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا وَاجْعَلُوا صَلَاتَكُمْ مَعَهُمْ تَطَوُّعًا 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, akan ada para pemimpin sesudahku yang disibukkan oleh perkara-perkara sehingga mereka mengakhirkan shalat dari waktunya, maka shalatlah kalian tepat pada waktunya, dan jadikan shalat kalian bersama mereka sebagai amalan sunnah." Musnad Ahmad 21625 
dari 'Ubadah bin Ash Shamit berkata: 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا سَتَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ تَشْغَلُهُمْ أَشْيَاءُ عَنْ الصَّلَاةِ حَتَّى يُؤَخِّرُوهَا عَنْ وَقْتِهَا فَصَلُّوهَا لِوَقْتِهَا قَالَ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ أَدْرَكْتُهَا مَعَهُمْ أُصَلِّي قَالَ إِنْ شِئْتَ 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Akan ada para pemimpin sesudahku yang disibukkan oleh perkara-perkara sehingga mereka mengakhirkan shalat dari waktunya, maka shalatlah kalian tepat pada waktunya." Seseorang berkata: Wahai Rasulullah! Bila aku berjumpa dengan mereka, apakah aku shalat (bersama mereka)? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bila kau mau." Musnad Ahmad 21629 

dari 'Ashim bin 'Ubaidullah 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَيَكُونُ أُمَرَاءُ بَعْدِي يُصَلُّونَ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا وَيُؤَخِّرُونَهَا فَصَلُّوهَا مَعَهُمْ فَإِنْ صَلَّوْهَا لِوَقْتِهَا وَصَلَّيْتُمُوهَا مَعَهُمْ فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَخَّرُوهَا عَنْ وَقْتِهَا وَصَلَّيْتُمُوهَا مَعَهُمْ فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ نَكَثَ الْعَهْدَ فَمَاتَ نَاكِثًا لِلْعَهْدِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Akan datang setelahku para pemimpin, mereka melaksanakan shalat tepat pada waktunya namun terkadang mengakhirkannya. Shalatlah bersama mereka jika mereka shalat pada waktunya. Jika kamu shalat bersama mereka, kalian mendapatkan pahala dan juga mereka. Jika mereka mengakhirkan waktunya lalu kalian shalat bersama mereka, kalian tidak berdosa dan mereka berdosa. Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah, maka mati seperti matinya Jahiliyyah. Siapa yang merusak perjanjian dan dalam keadaan tersebut, ia datang pada Hari Kiamat dengan tidak ada alasan baginya." Musnad Ahmad 15137 
Pilihan yang dipilih dengan tetap mempertimbangkan menjaga kesatuan umat sehingga tidak terpecah. Terutama pilihan kedua dan ketiga harus dikomunikasikan dengan baik sehingga timbul fitnah. Dan Perubahan terkadang membutuhkan waktu dan proses. 

oleh karenanya penulis menyarankan untuk pilihan 1, 2 dan 3. sedangkan secara pribadi, penulis melakukan pilihan ketiga. yaitu berjama’ah dimasjid seperti biasa, dan penulis shalat kembali di rumah. Dengan qiyas hadits diatas maka salah satu shalatnya bernilai wajib, dan satunya lagi bernilai sunnah. 

Wallahu a’lam
Bang  Afdoli
Bukan Siapa siapa bisa jadi siapa siapa untuk siapa siapa berbagi untuk kebaikan bersama

Related Posts

Posting Komentar