Kemuliaan Asyura dan Sejarah Puasanya

  Kemuliaan Asyura dan Sejarah Puasanya

Puasa asyura merupakan puasa yang mulia, namun waktu pelaksanaannya menjadi perbedaan di kalangan ulama. dalam tulisan Kapan Pelaksaaan Puasa Asyura ? telah disebutkan lima waktu yang berbeda. Dan untuk memilah mana yang benar, dapat kita fahami mulai dari sejarah dan kemuliaan puasa Asyura. 

Asyura adalah hari yang penuh kemuliaan , hari kemenangan dan hari yang dirayakan yang berada pada bulan Muharram tepatnya pada hari kesepuluh. Hari Asyura disebut juga sebagai hari kemuliaan, kemenangan dan hari raya karena pada hari itu adalah :

1) Hari diantara hari hari Allah (HR. Abu Daud 2087)
2) Hari ketika Ka'bah ditutup dengan kain (kiswah) (HR. Bukhari 1489)
3) hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir'aun. 
4) satu hari dimana Allah telah memberikan taubat kepada suatu kaum dan akan memberi taubat kepada suatu kaum (HR. Sunan Al Darimi 1691)

oleh karena kemuliaan hari asyura tersebut,  Rasulullah mengistimewakannya dengan berpuasa
dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Tidak pernah aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sengaja berpuasa pada suatu hari yang Beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari 'Asyura' dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan". (HR. Bukhari 1867)

Hal inilah yang menjadikan dasar berpuasa asyura yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta umat Islam dari dahulu hingga saat ini.

Namun dalam perjalanannya pada saat ini terdapat beberapa perbedaan waktu dalam melaksanakan puasa Asyura tersebut. Di lingkungan penulis sendiri setidaknya ada lima pemahaman waktu yang berbeda untuk melaksanakan puasa asyura. Lihat tulisan Puasa Asyura tanggal 9 atau 10 Muharram atau kapan ?

Untuk melihat kapan waktu berpuasa asyura tersebut, maka penafsiran hadits-hadits dilakukan melalui runtutan sejarah. Oleh karenanya pelaksanaan Puasa Asyura dapat kita bagi dalam 4 tahap yaitu satu tahap waktu di Mekkah dan 3 tahap di Madinah.


Tahap Pertama

Puasa Asyura dilakukan Rasulullah SAW dengan mengikuti kebiasaan masyarakat setempat di Mekkah. Dimana orang-orang Quraisy pada zaman Jahiliyah biasa melaksanakan puasa hari 'Asyura'. (HR. Bukhari 1760 dan HR. Bukhari 1863). Puasa Asyura ini dilaksanakan pada hari kesepuluh bulan Muharram bertepatan dengan hari ketika Ka'bah ditutup dengan kain (kiswah)(HR. Bukhari 1489). Diketahui bahwa ka’bah adalah tempat yang disucikan sejak umat terdahulu. Pada tahap ini puasa Rasulullah mengikuti kebiasaan yang ada dan terpelihara pada masyarakat Mekkah.


Tahap Kedua

Kebiasaan Puasa Asyura pada hari kesepulluh bulan Muharram tetap dilaksanakan Rasulullah SAW setelah hijrah dan berada di kota madinah(HR. Bukhari 3544). Rasulullah SAW menemukan bahwa kaum yahudi berpuasa hari kesepuluh bulan Muharram. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut :

dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata,

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah sementara orang-orang Yahudi sedang berpuasa 'Asyura`, maka beliau pun bertanya kepada mereka. Mereka lalu menjawab, "Ini adalah hari kemenangan Musa atas Fir'aun." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian lebih berhak terhadap Musa, maka berpuasalah pada hari tersebut." (HR. Sunan Al Darimi 1694) hadits senada juga disebutkan dalam (HR. Ahmad 2946 dan 2998)

Pada tahap ini puasa Asyura menjadi puasa wajib seiring dengan turunnya Surat Al Baqarah 183-184 (HR. Abu Daud 427 dan HR. Ahmad 21107)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (QS.184-185)

Kewajiban berpuasa pada hari Asyura terihat pada keharusan mengganti puasa jika ditinggalkan atau membayar fidyah bagi yang berat menjalankan puasa.

Puasa asyura pada hari kesepuluh bulan Muharram hukumnya wajib juga diperkuat dengan hadits yang menyatakan bahwa :

1) Perintah untuk berpuasa Asyura dengan alasan umat Islam lebih berhak terhadap nabi Musa AS. 
2) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari Asyura' dan memerintahkan umat islam untuk melaksanakannya. Hal disebutkan Ali RA (HR. Ahmad 1016) dan Aisyah RA (HR. Ibnu Madja 1723)
3) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk menyempurnakan seluruh hari dengan puasa baik yang sudah makan aataupun belum. Lihat dalil hadits selengkapnya
4) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menyampaikan kepada kaumnya untuk berpuasa asyura.
5) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan umat dan utusan agar mengganti puasa pada hari lain jika puasa asyura ditinggalkan
6) Anak-anak kecil diperkampungan madinah juga sudah dididik untuk berpuasa penuh hingga sempurna berbuka puasa.


Tahap ketiga 

Pada tahap ketiga ini puasa Asyura berubah dari wajib menjadi mubah dalam arti siapa yang ingin berpuasa di hari asyura disilahkan, dan siapa yang tidak mau, maka tidaklah mengapa. Perubahan hukum berpuasa Asyura setelah turun ayat perintah berpuasa pada bulan Ramadhan

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ 

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain... (QS. 2:185)

Perubahan ini dinyatakan dalam hadits tiga perubahan dalam shalat dan berpuasa (HR. Abu Daud 427 dan HR. Ahmad 21107). Sehingga puasa Asyura disilahkan bagi yang mau, dan siapa yang tidak mau.

Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, ia berkata; Orang-orang pada masa Jahiliyah berpuasa di hari 'Asyura`. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin juga melakukannya sebelum diwajibkannya puasa Ramadlan. Ketika puasa Ramadlan diwajibkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari 'Asyura` merupakan hari di antara hari-hari Allah, maka siapa yang ingin berpuasa di hari itu silahkan, dan siapa yang tidak, maka tidaklah mengapa." (HR. Muslim 1901)

Oleh karenanya tidak heran jika ada dua sikap terhadap puasa asyura yaitu :

1) Berpuasa pada hari Asyura berdasarkan hadits dari riwayat Mu'awiyah bin Abu Sufyan radliallahu 'anhuma pada khutbah di madinah pada hari Asyura tahun/bulan haji berkata: Wahai penduduk Madinah, mana para 'ulama kalian? Aku pernah mendengar bersabda: "Ini adalah hari 'Asyura' dan Allah belum mewajibkan puasa atas kalian dan sekarang aku sedang berpuasa, maka siapa yang mau silakan berpuasa dan siapa yang tidak mau silakan berbuka (tidak berpuasa) "

2) Meninggalkan puasa Asyura yaitu

(1) Abdullah bin 'Umar radliallahu tidak melaksanakan puasa Asyura kecuali bersamaan dengan hari-hari berpuasa.
(2) Abdullah bin Mas'ud berkata, "Dulu sebelum diturunkannya kewajiban puasa Ramadlan, kaum muslimin memang berpuasa di hari 'Asyura`, namun ketika puasa Ramadlan diwajibkan, maka puasa hari 'Asyura` pun ditinggalkan. Maka jika kamu ingin berbuka, berbukalah."
(3) Aisyah mengatakan bahwasanya Nabi shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa Asyura'.


Tahap ke empat 
Puasa Asyura dilaksanakan pada hari kesembilan bulan Muharram dengan menyelisihi kebiasaan kaum yahudi. Puasa asyura dilaksanakan pada hari kesembilan ini disebutkan dalam beberapa hadits yang diriwayatkan oleh dari Al Hakam bin Al A'raj dia berkata, 
saya menemui Ibnu Abbas ketika beliau tiduran di atas selendangnya di dekat zamzam, saya bertanya, beritahukanlah kepadaku mengenai puasa hari 'Asyura', hari apakah saya mulai berpuasa? beliau menjawab, jika kamu melihat hilal bulan Muharram maka mulailah untuk menghitungnya, lalu berpuasalah pada hari ke sembilan, dia (Hakam) berkata, saya berkata kepadanya, beginilah puasa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam?, beliau menjawab, iya. (HR. Muslim 1915; HR. Abu Daud 2090; HR Sunan At Tirmidhi 685; dan HR. Ahmad 2028, 2104, 2409, 3043, 3219)

senada dengan hal ini bahwa puasa Asyura dilakukan satu hari sebelum hari asyura atau sesudahnya. 
Berkata Husyaim telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Laila dari Dawud bin Ali dari bapaknya dari kakeknya yaitu Ibnu 'Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berpuasalah kalian pada hari 'Asyura` dan selisihilah kaum Yahudi, maka berpuasalah satu hari sebelum atau sesudahnya." (HR. Ahmad 2047) Namun hadits ini dinyatakan Al Arnauth memiliki sanad yang Dha'if.
Puasa Asyura dilaksanakan pada hari kesembilan bulan Muharram diperkuat adalah pesan terakhir terkait puasa Asyura yang belum sempat dikerjakan karena beliau meninggal dunia.

Abdullah bin Abbas radliallahu 'anhuma berkata saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat. (HR. Muslim 1916, 1917; HR. Ahmad 1869, 2002 dan HR. Abu Daud 2089)
Demikianlah kilas kemuliaan hari Asyura dan sejarah puasanya dan  dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa 

1) Hari Asyura adalah hari yang penuh kemuliaan sebagai tanda kemenangan dengan telah diterima Allah taubat sebuah kaum, dan akan diberikan pula taubat untuk suatu kaum.

2) Umat Islam mengagung hari Asyura dengan melaksanakan puasa pada hari kesembilan bulan Muharram.

semoga diterima taubat kita dan dosa-dosa setahun yang telah lalu.


Bang  Afdoli
Bukan Siapa siapa bisa jadi siapa siapa untuk siapa siapa berbagi untuk kebaikan bersama

Related Posts

Posting Komentar